SEJARAH KELAHIRAN DAN PERKEMBANGAN FILSAFAT ILMU
(SEBUAH ANALISIS)
Makalah Kelompok Filsafat Ilmu
Di susun Oleh:
   1.    BAROROTUL BARIROH  NPM. 12.02.0521
   2.    MAHMUD                           NPM. 12.02.0532
   3.    MUHAMMAD TOHA         NPM. 12.02.0538
   4.    NUR AKROM                      NPM. 12.02.0542
                                     5.    SITI NURHAYATI               NPM. 12.02.0548



Dosen:

DR. H. IMRON ARIFIN, M.Pd.

PROGRAM PASCA SARJANA
KONSENTRASI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
INSTITUT KEISLAMAN HASYIM ASY’ARI
TEBUIRENG JOMBANG
2013


 BAB I
  PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Filsafat sebagai prinsip, sebagai proses berpikir, pandangan atau konsep yang melekat erat secara kodrati pada diri manusia secara teoritis maupun praktis ternyata harus dilatih terus-menerus, karena kodrati manusia sebagai makhluk termulia di muka bumi telah di beri akal oleh Allah SWT untuk dapat mengolah, menjalani hidup dan kehidupan ini secara berkualitas, artinya karunia terbesar yang Allah berikan kepada manusia tersebut hendaknya mampu berfungsi untuk menyerap dan mengolah kebenaran bukan untuk mengolah “pembenaran” dengan perkataan lain melalui akal, manusia dapat membuka berbagai rahasia yang dapat di alam semesta ini untuk dipelajari dan kemudian ditundukkan untuk sebesar-besarnya kemaslahatan umat manusia dan makhluk hidup lainnya.
Di sisi lain filsafat merupakan suatu ilmu pengetahuan yang bersifat ekstensial artinya sangat erat hubungannya dengan kehidupan sehari-hari. Bahkan, dapat dikatakan filsafatlah yang menjadi motor penggerak kehidupan kita sehari-hari. Sebagai manusia pribadi maupun sebagai manusia kolektif dalam bentuk suatu masyarakat atau bangsa[1].
Filsafat dalam konteks sejarah, sangat diperlukan bagi pendidik untuk mengetahui sejarah perkembangan ilmu dan falsafahnya. Sinergi dengan pernyataan tentang kesatuan sejarah, yang artinya bahwa pengetahuan harus mengabdi pada umat dan manusia.
Di sinilah perlunya kita tinjau filsafat ilmu dan sejarah perkembangannya secara integral. Dalam mempelajari sejarah perkembangan ilmu tentu saja kita tidak bisa berpaling dari asal filsafat itu sendiri yaitu Yunani, dengan pembagian klasifikasi secara priodik, karena setiap priode mempunyai ciri khas tertentu dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Penemuan-penemuan demi penemuan yang dilakukan oleh manusia hingga zaman sekarang ini tidaklah terpusat di satu tempat atau wilayah tertentu. Penemuan-penemuan itu menyebar dari babylonia, Mesir, China, India, Irak, Yunani, hingga ke daratan Eropa.


B.    Rumusan Masalah
Dalam makalah ini akan dibahas permasalahan tentang:
1.      Sejarah kelahiran filsafat ilmu
2.      Perkembangan filsafat ilmu

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Sejarah Kelahiran Filsafat Ilmu
Bisa dikatakan Yunani adalah Tonggak kelahiran Filsafat Ilmu,dimana kiblat segala ilmu terdapat di kota tersebut. Pemikiran manusia pada masa itu lebih tertata dibanding dengan bangsa lain. Pada abad ke-5 SM, seorang sophist di Yunani menanyakan kemungkinan reliabilitas dan objektivitas ilmu, sepertihalnya Gorgias yang menyangkal hadirnya kebenaran nisbi, Protagoras yang menolak hadirnya kebenaran tunggal.
 Adapun menurut Suwardi, Filsafat Ilmu sebenarnya juga sedang mengurai ihwal kebenaran tunggal dan plural secara mendasar, dan menurut hemat pemikirannya bahwasanya sejak manusia mulai berpikir tentang eksistensi, itu telah berfikir tentang Filsafat ilmu. Sejak manusia mulai ragu, bertanya-tanya tentang alam semesta, pemikiran filsafat ilmu mulai berkembang.[2]
Dan perlu diketahui bahwasanya setiap pemikiran-pemikiran filosofis kita banyak dipengaruhi oleh lingkungan; pada dasarnya filsafat Barat dan Timur (India, Cina) bermula dari pandangan-pandangan yang bersifat religius. Filsafat Timur menandai dirinya dengan mitos-mitos[3], filsafat India dengan Hinduisme dan Kitab Veda, filsafat Cina dengan paham-paham asli dan Konfusianisme. Kalau di dunia Barat mitos yang dianggap dapat menjelaskan dan menyelesaikan pelbagai masalah dan kemudian diganti dengan rasio. Maka di dunia Timur paham religius yang mendasar tetap mewarnai cara berpikir dan pola tingkah laku manusia-manusiannya.[4]
B.  Masa Perkembangan Filsafat Ilmu
Dalam perkembangannya pemikiran filsafat ilmu banyak dipengaruhi lingkungan. Namun pada dasarnya filsafat ilmu baik di Barat, India dan Cina muncul dari yang sifatnya religius. Pembagian priodisasi filsafat ilmu Barat adalah zaman kuno, zaman abad pertengahan, zaman modern dan zaman masa kini. Priodisasi filsafat ilmu Cina adalah zaman Kuno (priode weda), zaman pembauran (biracarita), zaman neo-konfusionisme (sutra-sutra) dan zaman modern (skolastik), dalam filsafat ilmu India yang penting adalah bagaimana manusia berteman dengan dunia bukan untuk menguasai dunia, sedangkan dalam priodisasi filsafat ilmu Islam adalah priode mutakallimin dan priode filsafat ilmu Islam.
Jadi perkembangan ilmu pengetahuan sekarang itu tidaklah secara mendadak melainkan berlangsung secara bertahap. Sedangkan sejarah perkembangan ilmu harus melakukan periodisasi dimana setiap priodisasi ini mempunyai ciri khas tertentu.    
I.     Zaman Kuno (600 SM – 400 M)
a.    Zaman Pra-Socrates
Perkembangan filsafat pada zaman kuno ditandai dengan zaman pra-Socrates yang dikenal sebagai awal kebangkitan filsafat, tidak hanya di belahan dunia Barat, tetapi juga dikenal sebagai kebangkitan filsafat secara umum. Dikatakan demikian karena pada saat itulah pertama kali manusia mulai menjawab berbagai persoalan di sekitarnya yang tidak lagi bertolak pada mitos yang irasional, tetapi sudah murni bertolak pada rasio[5].
Beberapa pemikir besar atau filsuf pra-Socrates adalah Thales, Anaximander, Anaximenes, Phytagoras, Xenophanes, Heraclitus, Parmenides, Demokritius, Anaxagoras, Empedocles, Zeno Eleatic, Protagoras, Gorgias. Para tokoh pra-Socrates ini dikenal sebagai filsuf alam. Ciri yang menonjol dalam filsafat waktu itu adalah pengamatan terhadap gejala kosmis[6] dan fisis[7] untuk mencari dan menemukan prinsip atau asas (arche) dari segala sesuatu.
Tokoh pertama yang tercatat mempersoalkannya adalah Thales (625 – 545 SM), diikuti oleh Anaximander (610 – 547 SM), dan Anaximenes (585 – 528 SM). Ketiganya dikenal sebagai filsuf alamiah yang pertama. Hasil pemikiran mereka sangat sederhana untuk ukuran saat ini. Walaupun demikian, untuk sampai kepada kesimpulan tersebut, masing-masing filsuf melakkan kontemplasi yang tidak singkat. Dari perenungan yang mendalam itulah, Thales menyimpulkan bahwa asal muasal (inti) dari alam ini adalah air, sementara bagi Anaximander adalah to aperion, yakni suatu zat yang tidak terbatas sifatnya[8] sedangakan Anaximenes menyebut asal muasal alam adalah udara.
Sehingga dapat disimpulakan dari ketiga filsuf alam ini mempunyai perbedaan argumentasi tentang asal muasal alam, akan tetapi mereka saling menghargai dari sinilah bisa dikatakan adanya otonomi pemikaran, melihat kondisi inilah yang disebut awal kebebasan berpikir bagi perkembangan filsafat ilmu. 
b.      Zaman  Pasca-Socrates (Zaman Keemasan Yunani)
Zaman keemasan Yunani diawali oleh tokoh pemikir Socrates (470 – 399 SM), yang kemudian diikuti oleh Plato (427 – 347 SM), dan Aristoteles (384 – 322 SM), berbeda dengan masa Thales, pada era Socrates kehidupan bermasyarakat sudah jauh berkembang, orang memiliki kebebasan untuk mengungkapkan ide atau pendapatnya, pada zaman ini Yunani dianggap gudang ilmu dan tidak mempercayai mitologi-mitologi.
  Pada zaman ini Athena dipimpin oleh Pericles dengan kemampuan yang luar biasa dalam berpolitik dan ketatanegaraan. Filsafat berkembang sangat baik, pada waktu itu banyak guru-guru yang pandai berpidato (retorika) dan mengajar kaum muda tentang pengetahuan.
Socrates menerapkan metode filsafat dalam kehidupan sehari-hari yang disebut dialektitika atau elenchus atau juga maieutika techne (kebidanan). Plato meneruskan tradisi dialog socratik dalam filsafat. Ia sendiri adalah seorang dualis, yang mengakui adanya dua kenyataan yang terpisah, ada dunia riil dan ada juga dunia tidak riil. Puncak pemikiran filsafat Yunani adalah Aristoteles. Ia membedakan sebab-sebab pengetahuan manusia, dan mengklaim bahwa setiap kejadian memiliki empat macam sebab yakni; sebab material, sebab formal, sebab efisien, dan sebab final. Dan sumbangan terbesar Aristoteles dalam ilmu pengetahuan adalah penemuannya tentang silogisme dalam logika[9].
Dari berbagai tulisan Aristoteles diketahui bahwa prinsip beliau tentang filsafat adalah ilmu yang meliputi kebenaran, yang terkandung di dalamnya seperti ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika.
c.     Zaman Hellenisme
Zaman Hellenisme adalah zaman keemasan kebudayaan Yunani. Tokoh yang berjasa dalam pengembangan kebudayaan Yunani ini adalah Iskandar agung (356 – 323) dari Mecedonia, salah seorang murid Aristoteles. Dimana Pada zaman ini ada kebudayaan Helenistik yang melingkupi seluruh wilayah kekuasaan Iskandar Agung.
Pada masa Hellenisme ini disebut juga masa munculnya beberapa aliran, yaitu: (1) aliaran stoisisme; (2) aliran epikurisme; (3) aliran neo-platoisme; (4) aliran skepisisme; (5) aliran elektisisme.
            1)   Aliran Stoisisme
Stoisisme dirintis oleh Zeno (336 – 264 SM). Menurut paham ini jagat raya ditentukan oleh kuasa-kuasa yang disebut Logos. Oleh karena itu, segala kejadian berlangsung menurut ketetapan yang tidak dapat dihindari[10].
           2)   Aliran Epikurisme
Epikurisme adalah suatu ajaran yang dirintis oleh seorang filosof yang bernama Epikuros, beliau hidup dari tahun 341 -270 SM. Ajaran epikurisme ditandai dengan banyak konsep dan pemikiran tentang etika, pandangan tentang etika inilah yang membuat ajaran epikurime lebih menonjol pada zamannya. Filsafat epikurisme bertujuan mencapai kenikmatan hidup manusia melalui hidup yang beretika[11].
         3)   Aliran Neo-platoisme
Paham yang ingin menghidupkan kembali filsafat Plato. Tokohnya adalah Plotinus, seluruh filsafatnya berkisar pada Allah sebagai yang satu. segala sesuatu berasal dari “yang satu” dan ingin kembali kepadanya[12].
         4)   Aliran Skepisisme
Aliran ini berpikir bahwa bidang teoritis manusia tidak sanggup mencapai kebenaran sikap umum mereka adalah kesangsian[13].
     5)   Aliran Elektisisme
Sedangkan aliran ini mempunyai kecenderungan umum yang mengambil berbagai unsur filsafat dari aliran-aliran lain tanpa berhasil mencapai suatu pemikiran yang sungguh-sungguh[14].
II.  Abad Pertengahan (400 – 1500 M)
Abad pertengahan dimulai setelah runtuhnya kerajaan Romawi pada abad ke-5 M dinyatakan sebagai abad pertengahan karena zaman ini berada ditengah-tengah antara dua zaman, yaitu zaman kuno dan zaman modern.
Zaman abad pertengahan mengalami 2 periode;
a.    Priode Patristik (Pater-Patres yang berarti bapak)
Yang terdiri dari putra bapak Gereja atau para ahli agama pada permulaan agama Kristen. Zaman ini berakhir sekitar waktu hidup Santo Agustinus. Priode ini mengalami dua tahap;
1)      Permulaan agama Kristen;setelah mengalami beberapa kesukaran terutama mengenai filsafat Yunani, maka agama Kriten memantapkan diri keluar memperkuat dan ke dalam menetapkan dogma-dogma.
2)      Filsafat Agustinus yang merupakan seorang ahli filsafat yang terkenal pada masa patristik. Agustinus melihat dogma-dogma sebagai suatu keseluruhan[15].
b.    Priode Skolastik
Menurut Hamersma bahwasanya filsafat mereka disebut skolastik, yang berasal dari kata latin skhalaeskolastikus yang dapat diartikan sebagai guru karena dalam periode ini filsafat diajarkan dalam sekolah-sekolah, biara dan universitas, menurut suatu kurikulum yang tetap dan bersifat internasional.[16]
Priode ini dibagi menjadi tiga tahap yaitu; priode awal, puncak, dan akhir.
1)   Priode awal (abad 9-12); ditandai dengan pembentukan metode yang lahir karena hubungan yang rapat antara agama dan filsafat
2)   Priode puncak (abad 13) di mana pengaruh Aristoteles besar dan puncak perkembangannya ada pada Tomas Aquinas, akibat kedatangan ahli filsafat Arab dan Yahudi.
3)   Periode akhir (abad 14-15)
Ditandai dengan pemikiran kefilsafatan yang berkembang ke arah nominalisme.
III.    Zaman Renaissance (abad 16)
  Zaman peralihan ketika kebudayaan abad pertengahan mulai berubah menjadi kebudayaan modern atau zaman di mana manusia merindukan pemikiran yang bebas, manusia ingin mencapai kemajuan atas hasil usaha sendiri tidak didasarkan campur tangan ilahi[17].
Perhatian besar pada masa ini diberikan kepada seni lukis, arsitektur, musik, sastra filsafat ilmu pengetahuan dan teknologi. Gerakan kelahiran kembali ini muncul sebagai lawan dogmatisme Gerja abad tengah dan membawa serta banyak perubahan revolusioner. Ini adalah era kebebasan manusia untuk berpikir. Manusia bebas yang diidamkan adalah seperti zaman Yunani Kuno dan Romawi Kuno.
Adapun tokoh-tokoh yang mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi pada masa ini adalah; Francis Bacon, N. Kopernikus, Johanes Kepler, Galileo Galilei.

IV.   Zaman Modern (abad 17-akhir abad 19 M)
Zaman modern ditandai oleh pemberontakan terhadap dominasi kebenaran yang dipegang kaum rohaniawan, sehingga salah satu tonggak penting pemberontakan yang terjadi pada zaman modern adalah revolusi Copernicus dalam dunia ekonomi. Nicolas Copernicus (1473-1543) dengan berani menentang pandangan geosentris yang berpusat pada bumi serta memperkenalkan pandangan barunya yang terkenal dengan “heliosentris”, yakni kebenaran yang berpusat pada bumi[18].
Dan pada zaman ini ditemukannya berbagai penemuan ilmiah dan perkembangan ilmu pengetahuan sudah dirintis sejak zaman renaissance.
a.   Zaman Barok.
Zaman barok dikenal pula sebagai era rasionalisme, yang antara lain ditokohi oleh Rene Descartes (1596 – 1650) dan Spinoza (1532-1677). Pernyataan Descartes tersebut mengingatkan kita semua bahwa ilmu yang benar juga harus diperoleh melalui proses berpikir yang benar juga. Hanya pengertian yang didukung fakta yang akurat dan jelas yang dapat dijadikan pegangan. Selanjutnya, Rene Descartes memperkenalkan metode berpikir deduktif logis yang pada umumnya diterapkan dalam proses berpikir untuk ilmu alam[19].
b.   Zaman Fajar Budi (Aufklarung)
Zaman ini disebut juga sebagai periode pematangan rasio manusia. Sekalipun demikian, ada perbedaan yang mendasar pada zaman barok dan zaman fajar budi, antara lain dikemukakan oleh tokoh-tokoh seperti Thomas Habes (1588 – 1679) dan Jhon Locke (1632 – 1704). Tokoh-tokoh tersebut merupakan kaum empirik yang menganggap rasio saja tidaklah cukup  untuk mencari kebenaran, karena menurut tokoh tersebut, rasio manusia awalnya adalah kosong, bahkan sama sekali tidak memiliki kemampuan apapun kecuali setelah diisi oleh pengalaman-pengalaman yang bersifat empirik.

c.     Zaman Romantik
Berbeda dengan zaman-zaman sebelumnya, zaman romantik memberi corak baru sebagai reaksi dari zaman fajar budi, oleh karenanya zaman romantic dikenal  juga sebagai zaman idialisme, dengan tokoh-tokoh terkemuka seperti Fichte (1762 – 1814) dan Hegel (1770 – 1831).
Idialisme sesungguhnya bertolak dari reaksi pemikiran Immanuel Kant, baik Fithte maupun Hegel selalu menganggap dirinya sebagai penerus pemikiran dari Immanuel Kant, sekalipun dalam banyak hal mereka sesungguhnya menyimpang dari norma-norma yang digariskan oleh Immanuel Kant.
V.      Zaman Sekarang (setelah 1800 M)
Filsafat zaman sekarang merupakan pematangan lebih lanjut dari filsafat zaman modern dan filsafat pada zaman ini ditandai dengan lahirnya beberapa gerakan pemikiran yang dapat dikelompokkan dalam tiga pemikiran filsafat[20];
a.      Positivime
Positivisme merupakan aliran filsafat yang menyatakan ilmu-ilmu alam (empiris) sebagai satu-satunya sumber pengetahuan yang benanr dan menolak nilai kognitif dari studi filosofis dan metafisik. Pada dasarnya aliran ini tidaklah berdiri sendiri tetapi menyempurnakan empirisme dan rasionalisme. Tokoh aliran ini adalah Aguste Comte (1798-1857)[21].
b.      Marxisme
Perintis aliran ini adalah Karl Marx (1818 – 1883). Sebagai tokoh pertama yang mengaitkan filsafat dengan ekonomi. Lebih lanjut, Karl Mark menyatakan bahwa manusia adalah makhluk yang bermasyarakat dan secara dasariah memiliki pemikiran yang sejalan dengan positivisme.
Disamping pemikiran tersebut, Marx juga mengemukakan pandangannya tentang teori pertentangan kelas.

c.       Pragmatisme.
Aliran pragmatisme sangat populer di Amerika Serikat, yang antara lain dipelopori oleh Wiliem James (1842 – 1910) dan Jhon Dewey (1859 – 1914). Menurut James, sesungguhnya tidak ada kebenaran yang sifatnya umum dan mutlak. Kebenaran itu selalu berubah karena suatu kebenaran akan dikoreksi lagi oleh kebenaran yang muncul kemudian.
VI.   Zaman Kontemporer (Filsafat Abad ke-20 dan seterusnya)
Beberapa pemikiran filsafat pada masa ini, sesungguhnya diangkat dari reaksi terhadap pendekatan empirik yang diterapkan terutama pada zaman modern, dimana pendekatan tersebut tidak terlalu cocok digunakan untuk ilmu-ilmu manusia dan budaya, oleh sebab itu pendekatan komplementer dianggap paling cocok untuk pemikiran filsafat, seperti hermencutika dan fenomenologi[22].
a.         Neokantianisme
Neokantianisme merupakan aliran filsafat barat yang penting dan berkembang di Jerman. Yang dikembangkan oleh dua kubu besar pada masa itu, yaitu kubu sekolah Marburg dan kubu Baden, pada universitas Marbuhg, Immanuelt Kant menjadikan filsafat sebagai titik pangkal untuk perkembangan baru epistemology dan kritik terhadap ilmu pengetahuan dengan mengedepankan metode ilmu sebagai ajaran sekolah Marburg yang disebut sebagai pammetodisme.
b.         Fenomenologi
Fenomenologi merupakan satu aliran filsafat, yang lebih mengedepankan metode daripada aliran yang dekat dengan eksistensialisme dengan mengungkapkan pentingnya unsur-unsur dalam berpikir. Fenomenologi berasal dari kata fenomena/gejala dan fenomena tidak hanya ditangkap oleh kemampuan panca indra manusia, dapat juga ditangkap melalui intuisi manusia dan tokoh utama yang terkenal pada aliran ini adalah Edmund Hussel (1859 – 1938)

c.         Eksistensialisme
Eksistensialisme merupakan nama untuk macam-macam jenis filsafat. Semua jenis mempunyai inti yang sama, yakni keyakinan bahwa filsafat harus berpangkal pada adanya eksistensi manusia yang kongkret, dan tidak pada hakikat (esensi) manusia pada umumnya.
Kaum eksistensialisme memandang bahwa eksisitensi itu hanya dimiliki oleh manusia, adapun benda-benda lainnya yang ada dan terdapat dimuka bumi tidak mempunyai arti apapun tanpa eksistensi manusia. Filosof terkemuka, pencetus pencerahan jungjung tinggi rasio dan nalar, yaitu Rene Descartes mengemukakan co gito ergo sum (saya berpikir maka saya ada), oleh kaum eksistensialis ini dibalik sehingga berbunyi “saya ada maka saya berpikir”.
d.        Strukturalisme
Strukturalisme semula hanya sebagai metode linguistik yang diperkenalkan oleh ahli bahasa dari swiss, Ferdinand Mongin De Saussure (1857 – 1931), yang pada perkembangan selanjutnya berkembang menjadi suatu aliran filsafat. Para filsuf strukturalis tidak saja memandang manusia sebagai pusak kenyataan, pusat pemikiran, kebebasan, tindakan dan sejarah, namun manusia didesentralisasikan dan manusia oleh kaum strukturalis diyakini sebagai unsure bawah sadar, struktur politik, struktur sosial dan struktur ekonomi, namun agar manusia dapat berbuat lebih baik dan lebih berkualitas, harus ada metode yang mengatur sehingga jelas siapa yang bertanggungjawab kepada siapa, metode dimaksud adalah strukturalisme yang telah benar-benar telah dihayati dan dipraktikkan oleh manusia.

BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Dari pembahasan yang telah penulis paparkan maka kami menyimpulkan bahwa;
1.         Bahwa filsafat ilmu mengalami sejarah yang panjang dan bertahap sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan itu sendiri.
2.         Bahwa perkembangan ilmu pengetahuan tidak bisa lepas dari perkembangan pemikiran secara teoritis yaitu senantiasa mengacu kepada peradaban Yunani .Oleh karena itu periodesasi perkembangan ilmu disusun mulai dari peradaban Yunani kemudian diakhiri pada penemuan-penemuan pada zaman kontemporer.
3.         Penemuan-penemuan yang spektakuler terjadi sepanjang zaman dari zaman kuno sampai pada zaman kontemporer, tentu saja sangat dipengaruhi oleh tokoh pemikir (filosuf) yang hidup pada zaman masing- masing dan menambah kekayaan khasanah ilmu pengetahuan khususnya cabang filsafat yaitu filsafat ilmu.
       B.     SARAN
   Dalam hal ini penulis menyarankan bahwa :
1.      Hendaknya kita mempelajari filsafat ilmu sebagai landasan untuk menentukan kebenaran sebuah ilmu yang kita pelajari agar ilmu yang kita pelajari dapat menjadi kontribusi yang ilmiah untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di masa kini dan masa yang akan datang .
2.      Hendaknya kita kita selalu berusaha sekuat tenaga untuk tetap belajar dan belajar sejauh masih diberi kesempatan, sebagai mana telah dicontohkan oleh para ilmuwan yang telah lalu.
DAFTAR PUSTAKA

Adib, Mohammad. Cet.II. 2011. Filsafat Ilmu Ontologi, Epistimologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu Pengetahuan,Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Endraswara, Suwardi. 2012. Filsafat Ilmu Konsep, Sejarah, dan Pengembangan Metode Ilmia, Yogyakarta: CAPS.
Hasan, Erliana. 2011. Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian Ilmu Pemerintahan, Bogor: Ghalia Indonesia.

Huda, Shokhi. 2009. Filsafat Ilmu Wawasan Dasar dan Sketsa Pengembangan Ilmu-Ilmu Keislaman,Jombang: eLDeHA Press IKAHA. 

Surajiyo. Cet. V. 2010.Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia, Jakarta: PT. Bumi Aksara.




[1] Drs. Mohammad Adib,MA, Filsafat Ilmu Ontologi, Epistimologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu Pengetahuan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, Cet.II, 2011, hal. 1
[2]DR. Suwardi Endraswara,M.Hum, Filsafat Ilmu Konsep, Sejarah, dan Pengembangan Metode Ilmia, CAPS, Yogyakarta, 2012, hlm. 43
[3] Cerita kuno tentang dewa dan pahlawan di suatu masyarakat atau bangsa, yang dikaitkan dengan asal-usul semesta alam dan bangsa itu sendir i yang mengandung penafsiran yang mendalam dan diungkapkan dengan cara gaib.
[4] Prof. Konrad Kebung, Ph.D, Filsafat Ilmu Pengetahuan, Prestasi Pustaka, Jakarta, 2011, hlm. 113
[5] Prof.Dr. Dra. Hj. Erliana Hasan, Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian Ilmu Pemerintahan,Ghalia Indonesia, Bogor, 2011, hlm. 47
[6] Berkenaan dengan jagat raya.
[7] Bersangkutan dengan unsur-unsur fisika; berhubungan dengan fisik.
[8]Ibid; hlm. 47
[9]Prof. Konrad Kebung, Ph.D, Filsafat Ilmu Pengetahuan, PRESTASI PUSTAKA, Jakarta, 2011, hlm. 118-119
[10] Drs. Surajiyo, Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia, PT. Bumi Aksara, Jakarta. Cet. V.  2010.hlm. 84   
[11]Prof.Dr. Dra. Hj. Erliana Hasan, Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian Ilmu Pemerintahan,Ghalia Indonesia, Bogor, 2011, hlm. 50
[12] Drs. Surajiyo, Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia, . PT. Bumi Aksara, Jakarta. Cet. V. 2010. hlm. 84
[13] Ibid. 84
[14] DR. Suwardi Endraswara,M.Hum, Filsafat Ilmu Konsep, Sejarah, dan Pengembangan Metode Ilmia, CAPS, Yogyakarta, 2012, hlm. 49
[15] Drs. Surajiyo, Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia, PT. Bumi Aksara, Jakarta. Cet. V.hlm. 85
[16]Prof.Dr. Dra. Hj. Erliana Hasan, Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian Ilmu Pemerintahan,Ghalia Indonesia, Bogor, 2011, hlm. 51
[17]DR. Suwardi Endraswara,M.Hum, Filsafat Ilmu Konsep, Sejarah, dan Pengembangan Metode Ilmia, CAPS, Yogyakarta, 2012, hlm. 449
[18]Prof.Dr. Dra. Hj. Erliana Hasan, Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian Ilmu Pemerintahan,Ghalia Indonesia, Bogor, 2011, hlm. 51-52
[19] Ibid,52
[20] Ibid; 54-55
[21] Sokhi Huda, Filsafat Ilmu Wawasan Dasar dan Sketsa Pengembangan Ilmu-Ilmu Keislaman,eLDeHa Press IKAHA: Jombang. 2009.hlm. 160-161
[22] Prof.Dr. Dra. Hj. Erliana Hasan, Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian Ilmu Pemerintahan,Ghalia Indonesia, Bogor, 2011, hlm. 55-57

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pemikiran Ibnu Jama'ah

TESA JABARIYAH, ANTI-TESA QODARIYAH & SINTESA AHLUS SUNAH WAL JAMA’AH

Sudut Pandang Psikologi Secara Historis